Aku yakin masing-masing individu yang ada didunia ini pasti memiliki kisah hidupnya sendiri, entah itu berupa cerita bahagia maupun kisah yang penuh drama. Begitupun denganku, tiga puluh tahun menjalani kehidupan, membuatku punya beragam kisah yang tidak sepenuhnya dapat dishare ke khalayak ramai. Ada beberapa kejadian traumatis yang bahkan aku sendiri tidak bisa mengingat detailnya secara pasti namun amat berdampak pada kehidupanku saat ini.
Meski tidak seekstrim dulu, gejala panik masih sering aku alami ketika berada di ruangan yang tiba-tiba gelap seperti saat mati lampu. Jujur, hingga saat ini aku belum bisa mengingat apa penyebab trauma itu, yang kutau adalah selalu ada gejala panik tiap kali aku berhadapan pada situasi tersebut.
Kalau ditanya apakah aku sudah mencoba berbagai cara untuk menghilangkan trauma itu, maka harus kukatakan belum semua cara kulakukan. Alasannya simpel, karena kebanyakan dari cara yang disarankan untuk menghilangkan trauma itu justru mengharuskanku untuk mengingat kembali apa penyebab dari trauma tersebut, dan aku belum punya keberanian untuk itu.
Logikaku adalah jika suatu kejadian sampai menyebabkan trauma, maka itu berarti kejadian tersebut benar-benar luar biasa bukan...?!. Kalau boleh jujur aku belum sanggup untuk kembali mengingat kejadian luar biasa penyebab traumaku tadi. Mungkin inilah yang menyebabkan terapi penghilang trauma yang beberapa kali aku lakukan jadi terkesan kurang efektif.
Saat sesi introducing di Kyriad Hotel |
Beberapa waktu yang lalu aku juga sempat mencoba terapi Access Bars di Kyriad Hotel pada saat sesi introducing-nya, namun tidak seperti teman-teman blogger lain yang langsung merasakan efek positif begitu selesai di terapi, aku justru kurang bisa merasakan nya. O iya buat yang belum tau apa itu Access Consciousness dan Access Bars bisa dibaca di ulasanku sebelumnya yang membahas soal Access Conciousness dan Access Bars, sang kunci pembuka potensi diri.
Aku pun sempat bertanya-tanya dalam hati kenapa hanya aku yang kurang merasakan efeknya, sementara para teman blogger lain mengaku dapat merasakan efek positif setelah diterapi. padahal kalau dibilang butuh, aku amat membutuhkan terapi ini sebagai bentuk ikhtiarku untuk menghilangkan trauma tadi. Alhamdulillah pertanyaan tersebut mendapat jawaban yang memuaskan langsung dari Kak Ayu, sang facilitator Access Bars saat aku bersama para teman blogger lain berkesempatan untuk ngobrol santai lagi dengan Kak ayu sesaat sebelum ia memulai kelas Access Bars-nya pada 11 November 2018 lalu.
Berubah itu pilihan, begitu kata Kak Ayu. Access Bars hanya ‘kunci’ untuk membuka perubahan tersebut, tapi pilihan tetap ada di tangan kita sebagai pengendali utamanya. Jadi sebenarnya kunci dari keberhasilan terapi ini adalah diri kita sendiri. Apakah raga serta jiwa ini sudah mampu menerima terapi Access Bars ini...? jika belum maka sudah bisa dipastikan terapi ini akan kurang efektif.
Sekilas mengulas sedikit soal terapi ini, Access Bars merupakan sebuah terapi berupa sentuhan lembut di 32 titik yang ada di kepala untuk memproses sirkulasi energi elektromagnetik, sehingga dapat melepaskan segala bentuk hambatan dalam diri baik secara sadar maupun tidak. Yup, sebenarnya Access Bars ini hanya melepaskan hambatan yang ada dalam diri saja, tapi karena diawal terapi kemarin aku sudah dibayangi ketakutan akan teringat kembali kejadian luar biasa penyebab traumatis tadi, membuatku kurang ‘menerima’ terapi tersebut, sehingga dampaknya ya aku kurang bisa merasakan efek dari terapi ini. Sungguh amat disayangkan ya...
Kak Ayu pun bercerita kalau ia juga sempat dihadapkan pada kejadian dimana ia harus mengingat kembali keberadaan sebuah energi negatif yang tersimpan begitu lama dalam diri. Tepatnya kejadian saat ia masih berupa janin dalam kandungan sang ibu. Yup, saking pekanya terhadap energi disekitar karena sudah menguasai konsep Access Consciousness dan Access Bars ini, ia sampai bisa mengingat kejadian dalam rahim ibu tersebut. Dan melalui terapi Access Bars inilah ia berhasil membuang energi negatif itu.
Kisah itu semakin meyakinkan diriku bahwa jika aku bisa ‘menerima’ terapi ini tanpa rasa takut maka trauma ku pun akan bisa dibuang dengan Access Bars ini. insya Allah dipertemuan selanjutnya aku akan mencoba untuk melakukan terapi lagi dengan kondisi psikologis yang lebih baik agar bisa ‘menerima’ terapi Access Bars ini sebagai ikhtiar untuk menghilangkan traumaku tadi.
O iya di Indonesia sendiri sudah ada kurang lebih 70 terapis bersertifikat yang sudah bisa melakukan terapi ini pada orang lain loh... mereka adalah para peserta yang telah mengikuti kelas Access Bars dari facilitatornya masing-masing. Para peserta kelas Access Bars ini sudah terdaftar di Acces Conciousness internasional, jadi tidak diragukan lagi kemampuannya
Meski sudah menyandang gelar fasilitator, Kak ayu pun masih menerima tawaran untuk melakukan terapi Access Bars ini. Biasanya kak ayu akan melakukan terapi Access Bars secara berkelompok di lokasi-lokasi yang telah disepakati bersama. Begitu pun dengan permintaan dibukanya kelas Access bars bagi mereka yang ingin mempelajari secara khusus terapi ini, kak ayu pun siap membuka tangannya lebar-lebar.
Nah buat kalian yang juga memiliki trauma sepertiku, ada sebuah pesan yang aku simpulkan dari perbincanganku dengan kak ayu kemarin itu, coba tanya pada diri sendiri, maukah kita membuang trauma tersebut...? atau memang masih ‘sayang’ dengan trauma itu sehingga kita takut untuk menghilangkannya...? jawaban dari pertanyaan ini merupakan dasar yang bisa kita pegang untuk memulai ikhtiar penghilang trauma tersebut.
Info lengkap seputar Access Consciousness dan Access Bars ini bisa kalian dapatkan di www.accessconsciousness.com atau pada akun instagram kak ayu di @komangayutrysnawati
0 comments:
Posting Komentar