Bukan suatu hal yang mengherankan jika ada
suatu daerah terpencil yang sebagian besar warganya tidak memiliki akses
sanitasi yang baik, namun akan jadi suatu hal yang mengejutkan jika hal
tersebut ditemukan di Ibu kota Jakarta yang notabene adalah Ibu kota republik
Indonesia. Aku sama sekali tidak mencoba untuk mendiskreditkan suatu daerah,
tentu akan lebih baik jika seluruh daerah di Indonesia bisa memiliki akses
sanitasi yang baik itu. Namun yang ingin aku tekankan dalam tulisan ini adalah
bukankah sudah seharusnya Ibu Kota Jakarta dijadikan ‘contoh’ sanitasi yang
baik bagi seluruh warga Negara Indonesia…? Apa jadinya jika ternyata ibu kota
pun masih belum terbebas dari masalah sanitasi ini…?
Jujur aku agak kaget saat mengetahui fakta
bahwa dibalik gedung-gedung pencakar langit yang ada di Ibu kota Jakarta terselip
kisah kelabu soal sanitasi ini. Ternyata ada sekitar 4% warga Jakarta yang
belum paham sepenuhnya soal konsep dan penerapan sanitasi aman dalam kesehariannya,
terutama mereka yang tinggal di bantaran kali. For your information kebanyakan
dari mereka terbiasa memiliki WC tapi tidak memiliki septictank, jadi
kotorannya langsung dialirkan ke sungai.
Tak hanya itu saja, sebagian besar warga
Jakarta yang telah memiliki septic tank pun ternyata mengaku belum secara rutin
menguras tanki septiknya. Mereka hanya menguras septic tank jika sudah
mengalami masalah saja. Padahal, septic tank itu harus dikuras secara berkala
setiap 2-3 tahun sekali. Alasannya tak lain adalah karena septic tank yang
penuh jadi lebih rawan bocor sehingga kotorannya bisa mencemari lingkungan
sekitar.
Hal ini jelas tidak bisa kita biarkan begitu
saja, karena akan ada dampak besar yang mengintai kita, baik di masa sekarang
maupun di masa depan. Salah satu yang paling nyata adalah karena bakteri
e-colli dari limbah domestic yang tidak dikelola dengan baik itu akan
menyebarkan penyakit, dan bisa ditebak anak-anak lah yang akan menjadi sasaran
utama penyakit-penyakit itu.
Fakta itu berhasil aku dapatkan ketika
mengikuti acara talkshow bertajuk ‘Kapan Sanitasi aman…?’ bersama PD PAL Jaya
dan USAID IUWASH PLUSbeberapa waktu yang lalu di daerah tebet, Jakarta Selatan. Kurang lebih
sanitasi aman bisa kita artikan sebagai sanitasi yang memutus sumber pencemaran
limbah domestic ke sumber air.
Dalam acara talkshow tersebut, para pembicara
kompak menyuarakan beberapa alasan kenapa Jakarta masih belum bisa bebas dari
hal ini, diantaranya seperti rendahnya perekonomian warga di bantaran kali,
lahan yang semakin sempit, serta kebiasaan masyarakat yang menyukai
kepraktisan. Hal inilah yang menjadi peer kita semua untuk sesegera mungkin
mewujudkan sanitasi aman
Ya, selain kebiasaan warga mengalirkan ‘kotorannya’
langsung ke sungai, tantangan lain yang harus kita hadapi adalah minimnya lahan
di ibu kota. Kriteria jarak 10 meter yang harus ada antara septic tank dan
sumber air terasa begitu sulit didapatkan warga Jakarta bukan…? Jika dipaksakan sumber air pun akan semakin
terancam kebersihannya.
Kabar baiknya, saat ini sudah ada warga Jakarta
yang memiliki kesadaran untuk membangun IPAL Biofilter di rumahnya secara
pribadi maupun kelompok. Simpelnya IPAL Biofilter ini semacam septic tank yang
bisa mengolah limbah domestic tersebut sehingga dapat mengurangi pencemaran
lingkungan. Nah karena biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat IPAL
Biofilter ini cukup mahal bagi warga yang tinggal di bantaran kali itu,
tepatnya sekitar 5 jt, maka warga Tebet pun berinisiatif membangunnya secara
komunal atau bersama-sama.
Ipal Biofilter Komunal |
Selain dibangun secara komunal, kelak
pemerintah daerah pun akan memfasilitasi warga yang ingin membangun septic tank
secara angsuran. Nah sekarang tinggal kita nya saja yang mulai mengubah sudut
pandang terkait pentingnya sanitasi ini, serta jangan lupa untuk selalu
memberikan info pada mereka yang belum paham, karena masalah sanitasi ini bukan
hanya masalah mereka saja, tapi masalah kita semua. Ingat selalu dampak yang
ditimbulkan bisa saja mengintai kita meski sanitasi di rumah sendiri terbukti
aman.
0 comments:
Posting Komentar