“Berkreasi merangkai aksara untuk
memahat sejarah”, begitu bunyi tagline dari blog yang sedang kalian baca ini.
Yup, tagline tersebut berasal dari harapan ku sebagai penulis di blog ini agar setiap
kenangan dalam episode kehidupan ku akan tercatat dalam sejarah. Tak perlu
sampai masuk ke dalam buku sejarah di kurikulum sekolah, tercatat di blog ini
saja sudah cukup buat ku.
Aku sadar waktu terus berlari dan
keterbatasan ku sebagai manusia membuat semua terasa begitu cepat. Rasanya baru
kemarin aku main di sawah dekat rumah, tau-tau sawah itu sudah berubah menjadi
apartemen bergengsi. Tanpa sadar usia dan pemikiran ku tentang hidup pun terus
bertambah. Aku yang sekarang memang sedikit lebih ‘serakah’, tak lagi hanya
berharap bisa mencatat sejarah saja, tapi mengharapkan ‘keabadian’.
Tenang, ‘serakah’ yang aku maksud
di sini masih positif kok, karena aku lebih serakah dan mengharapkan keabadian
nya itu lewat wakaf yang memang disyariatkan. Loh kok gitu? Emang bisa? Apa hubungannya sih keabadian dan
wakaf? Nah ini nih yang akan aku bahas di tulisan kali ini, baca sampai
selesai yaa.
Wakaf dan Keabadiannya
Tau soal wakaf ini sebenarnya
sudah dari kecil karena memang diajarkan dalam pelajaran Agama di sekolah, tapi
jujur benar-benar paham soal manfaat wakaf bagi pemberdayaan umat ya baru
belakangan ini saja. Apalagi beberapa waktu lalu aku sempat diajak Care visit Bersama
Dompet Dhuafa ke Desa Tani yang merupakan salah satu wilayah pemberdayaan nya.
Dalam acara Care Visit itu aku
belajar banyak soal wakaf dan keabadiannya. Wakaf bagi manusia kurang lebih
sama dengan tulisan bagi sang penulis, sama-sama akan menciptakan keabadiannya
masing-masing. Perbedaanya ada di dimensi keabadian itu, tulisan memang memahat
sejarah tapi hanya di dunia saja, sementara wakaf bisa sampai akhirat. Yup,
wakaf adalah salah satu ibadah yang bisa menciptakan keabadian nya sendiri.
Sedikit berbeda dengan sedekah,
wakaf yang diterima akan terus dimanfaatkan oleh sang penerima nya karena
bersifat utuh dan terpelihara. Manfaat yang berkelanjutan itu membuat pahala
nya terus mengalir bahkan hingga kita meninggal. Itulah yang menjadi keistimewaan wakaf.
Sayangnya, sejak dulu masyarakat selalu mengidentikan wakaf dengan tanah atau bangunan yang nominal materi nya lumayan besar. Alhasil wakaf jadi seperti ibadah mahal yang tak terjangkau untuk kalangan tertentu. Faktanya, wakaf tak melulu harus dengan nominal besar kok, bisa disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Contohnya saja di Dompet Dhuafa kita bisa berwakaf mulai dari 100 ribu saja.
Kerennya, wakaf di Dompet Dhuafa
yang ngga harus selalu dengan nominal besar itu, bisa bermanfaat untuk
pemberdayaan masyarakat agar lebih produktif lagi. Iyes, Sebagian besar wakaf
yang terkumpul di Dompet Dhuafa memang diberdayakan untuk menjadi wakaf
produktif, salah satu contohnya adalah Desa Tani yang kami kunjungi saat Care
visit beberapa waktu lalu itu.
Desa Tani, Berdaya di Lahan Sendiri
Desa Tani yang berlokasi di
daerah Lembang, Bandung, berawal dari keinginan masyarakat setempat untuk
bisa lebih berdaya di lahan sendiri. Dengan bantuan pemberdayaan dari Dompet
Dhuafa, Desa Tani yang awalnya hanya beranggotakan 12 orang penerima manfaat, terus
berkembang hingga saat ini.
Seperti Namanya, wakaf produktif dari
Dompet Dhuafa ini memang membuat masyarakat nya jauh lebih produktif. Alih-alih
memberi bantuan 'ikan', Dompet Dhuafa lebih memilih memberi 'kail' nya, begitu
perumpaannya. Tak hanya lahan seluas lebih dari 10 hektar saja, Dompet Dhuafa
juga ikut mendukung Desa Tani dengan berbagai program lain seperti pembuatan
Green House dan pemberdayaan lansia berstatus single parent.
Pembuatan sebuah green house
memang memakan biaya yang tidak sedikit, namun jika sdah terbangun, hasilnya
akan jauh lebih maksimal. Apalagi green house yang diberdayakan oleh Dompet
Dhuafa di Desa Tani ini sudah menggunakan teknologi smart farming. Green House
mampu merekayasa cuaca sehingga dapat menghasilkan panen yang lebih
berkualitas.
Tak kalah keren, program
pemberdayaan lansia berstatus single parent yang digagas Dompet Dhuafa di Desa
Tani pun membuatku takjub. Para lansia single parent hanya perlu menyiapkan
lahan saja untuk kemudia dibangunkan sebuah green house. Selain membuat mereka
jauh lebih produktif, penghasilan dari green house pun cukup untuk membuat para
lansia tersebut tak lagi bergantung pada anak-anak nya lagi.
Saat care visit berlangsung, kami
diajak ikut memanen hasil tanam nya Bersama ibu-ibu di Desa Tani tersebut.
Melihat langsung senyum kebahagiaan dari para ibu Tani itu membuat aku terharu,
wow kebayang ngga sih wakaf yang bisa dimulai dengan nominal kecil itu ternyata
bisa membuat ibu-ibu di Desa Tani itu tersenyum Bahagia. Aku yakin kalau kalian
melihat langsung senyum-senyum itu pun pasti akan ikut terharu juga.
Tak hanya Desa Tani Lembang saja,
wakaf yang terkumpul di Dompet Dhuafa juga diberdayakan untuk wakaf produktif
lainnya, seperti Kampung Ternak di Sukabumi, Kebun Buah Naga dan Nanas di Subang dan masih
banyak lagi. Beberapa pengalaman saat berkunjung ke desa-desa itu juga sempat
aku tulis di blog ini kok.
Mudahnya Semesta Berwakaf di Dompet Dhuafa
Hal yang paling aku suka dari
Dompet Dhuafa adalah berbagai kemudahan yang ditawarkannya. Baik sedekah, zakat
atau wakaf bisa dilakukan secara online melalui laman web https://donasi.dompetdhuafa.org/wakaferse.
Saat mengunjungi laman itu, kita juga
akan disuguhkan beberapa info seputar Wakaferse terlebih dulu sebelum diarahkan
ke laman untuk melakukan wakaf online. Metode pembayaran wakaf di Dompet Dhuafa
pun cukup beragam, mulai dari dompet digital yang biasa kita pakai hingga
transfer via bank tersedia.
Jadi, tunggu apalagi? Jangan
sampai kita belum berwakaf saat habis usia yaa. Sayang banget, ada kesempatan
untuk ‘abadi’ tapi malah diabaikan begitu saja. Manfaat nya besar tapi mudah
dilakukan, yuk mulai rutin wakaf di Dompet Dhuafa.
0 comments:
Posting Komentar