Ibu pertiwi sedang tidak baik-baik saja. Kalimat ini jadi caption yang lumayan sering aku lihat di akun sosial media teman-teman. Yup, saat ini Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja. Belum pulih sepenuhnya dari dampak akibat pandemic Covid-19, beberapa waktu lalu bencana alam pun datang bertubi-tubi. Mulai dari Gempa bumi di Cianjur, gempa bumi di Garut sampai yang terbaru erupsi gunung semeru.
Sebagai warga negara Indonesia, Sebagian
besar dari kita tuh sebenarnya ya sudah paham kalau tanah yang dipijak ini
berada dalam wilayah ring of fire atau cincin api dunia. Artinya, kita tau
betul bahwa bencana alam akan sering terjadi di bumi pertiwi ini, baik itu
gempa bumi, tanah longsor sampai erupsi gunung berapi. Edukasi dan sosialisasi
tentang ini pun sudah sering didapatkan, tapi sayangnya rasa panik saat bencana
terjadi tak jarang membuat semua edukasi itu menguap entah kemana. Oleh karena
itu edukasi tentang mitigasi bencana alam harus terus dilakukan secara
inklusif.
Saat terjadi gempa bumi yang
berpusat di daratan Cianjur, kebetulan aku sedang tidur siang di rumah. Kekuatan
gempa yang lumayan terasa hingga ke Bekasi itu cukup untuk membuatku terbangun
dari tidur dan langsung membimbing anak-anak keluar rumah. Jika dibandingkan
dengan Cianjur, gempa yang terasa di Bekasi ini jelas tidak ada apa-apa nya,
tapi segitu saja sudah cukup untuk membuatku panik. Apalagi mereka yang di
Cianjur ya, kebayang deh bagaimana paniknya.
Ketika terjadi bencana alam,
salah satunya seperti gempa bumi, kemungkinan kita hanya punya waktu yang
singkat untuk menyelamatkan diri. Jujur, aku langsung terpikir, bagaimana
dengan teman-teman disabilitas atau orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK)? Wong
kita yang sehat aja masih suka panik dalam menghadapi bencana, apalagi mereka
ya, hiks.
Berangkat dari rasa penasaran
pada hal ini, beberapa waktu lalu aku pun mengikuti talkshow melalui youtube
live Ruang Publik KBR. Di talkshow tersebut aku mendengar langsung paparan dari
Bapak Pagarso, Direktur Direktorat Kesiapsiagaan BNPB dan Mas Bejo, ketua
Konsorsium Peduli Disabilitas dan Kusta (Pelita). Ada banyak insight baru soal
mitigasi bencana terutama bagi teman-teman disabilitas dan OYPMK yang aku dapat
dari talkshow tersebut.
Mas Bejo sempat meceritakan bagaimana
ia menyelamatkan diri nya sendiri saat terjadi gempa di Bantul beberapa waktu
lalu. Ia pun menceritakan soal banyak nya teman-teman disabilitas dan OYPMK
yang membutuhkan pertolongan saat bencana terjadi. Sayangnya, Ketika terjadi
bencana alam, semua sibuk menyelamatkan diri hingga tak jarang teman-teman
disabilitas dan OYPMK ini jadi terlupakan.
Oleh karena itu butuh edukasi yang
lebih inklusif tentang mitigasi bencana alam, terutama bagi teman-teman disabilitas
dan OYPMK ini. Teman-teman dengan keterbatasannya ini pun berhak mendapat
edukasi soal apa yang harus dilakukan saat bencana, karena biar bagaimanapun
orang pertama yang bisa menyelamatkan diri Ketika terjadi bencana adalah diri
sendiri.
Tak hanya untuk diri sendiri
saja, Ketika sudah berhasil selamat dari bencana, Sebagian besar dari
teman-teman disabilitas pun memiliki keinginan untuk bisa membantu masyarakat
luas, tentunya dengan menyesuaikan kondisi mereka masing-masing. Keren ya,
ditengah keterbatasannya, mereka masih memiliki keinginan untuk membantu sesame.
Jujur, mendengar cerita dari mas bejo aku agak tersentil.
Sebenarnya pemerintah sendiri pun
sudah sejak dulu menggalakan edukasi terkait mitigasi benacan alam untuk
berbagai pihak. Sebagai contoh di kurikulum sekolah pun sudah ada info terkait
ini. Hanya saja mungkin kurang inklusif lagi. Semoga ke depannya, edukasi
tentang ini terus digaungkan lagi yaa.
0 comments:
Posting Komentar